cerpen di bawah ini adalah cerpen absurd buatanku . judulnya putri boker dan pangeran batu keabadian . ide ceritanya dari sahabat absurdku , winny . thanks to winny yang sudah rela mentranspose ide absurdnya ke aku :DD . sebelumnya saya minta maaf kalo bahasanya gak karuan dan banyak noraknya , maklum bukan penulis sungguhan . silahkan dibaca , semoga menghibur (untung2an dah kalo terhibur , kalo ga saya gak kaget kok).
Can't read my,
Can't read my
No he can't read my boker face
(she's got me like nobody)
Can't read my
Can't read my
No he can't read my boker face
(she's got me like nobody)
Terdengar lagu Lady Kemayu yang berjudul boker face mengalun pelan diiringi gending jawa dibawah sana, itu berarti acara ramah tamah telah selesai. Dan kini , acara membosankan itu telah berganti menjadi acara bebas, atau dalam bahasa anak muda jaman sekarang adalah party time. Tetapi acara bebas itu masih terasa membosankan bagi Pramodharwardhani Jaya Kusuma Putri Sari Maha Dewi. Modhar ( nama panggilan Pramodharwardhani Jaya Kusuma Putri Sari Maha Dewi ) tetap duduk di pinggir jendela kamarnya yang besarnya hampir menyamai tinggi badannya.
”Seharusnya hari ini menjadi hari yang paling membahagiakan seumur hidupku” , katanya dalam hati.
Memang , hari Modhar sedang berulang tahun yang ke 17 tahun. Dan biasanya anak muda yang berulang tahun apalagi ulang tahun yang ke 17 tahun, akan bahagia dan mengadakan pesta ulang tahun dengan mengundang semua temannya ( kalau perlu teman satu sekolah di undang juga ).
Tapi lain ceritanya dengan Modhar, di hari ulang tahunnya Modhar memang menggelar pesta, tapi pesta itu bukan pesta ulang tahun biasa. Malahan, pesta ulang tahun itu lebih pantas disebut dengan pesta perjodohan daripada pesta ulang tahun. Pa’e Modhar, Raja PrahidupWardhana Jayakarsa Bangun Kusumo Maha Dewa sebagai panitia penyelenggara pesta, telah mengonsep pesta ulang tahun sekaligus pesta perjodohan itu sejak Modhar masih dalam kandungan. Setidaknya itu yang didengar Modhar ketika dia tidak sengaja mendengar percakapan antara ayahnya dengan ibunya, sekitar tiga bulan yang lalu.
”pokoknya acara ini harus terlaksana, bagamanapun caranya, dan apapun halangannya. Ini demi kebaikan Modhar juga to Bu’e.” jelas Pa’e.
”tapi Pa’e, Modhar pernah cerita sama Bu’e, kalau setelah lulus sekolah dia mau lanjut ke Perguruan Tinggi. Lah kalau dia nikah, trus gimana sama cita-citanya. Itu loh Pa’e, jadi sarjana perikanan.” sahut Bu’e.
”opo, sarjana perikanan ??? kerjaan macam opo itu. Nggak, Pa’e nggak setuju. Lagian, semua keturunan kita, apalagi wadon itu harus menikah dan maksimal batas waktunya 17 tahun toh. Kalau nggak begitu nanti bisa jadi aib. Apa Bu’e lupa sama aturan prikitiewler - prikitiewler itu ???” jawab Pa’e dengan nada marah.
”iya Pa’e, Bu’e inget aturan prikitiewler - prikitiewler itu. Tapi, apa nggak seharusnya kita melepaskan Modhar dulu sebelum dia menikah. Toh setelah menikah Modhar pasi balik ke kahyangan kan. Inget loh Pa’e, jaman sekarang itu sudah gak sama lagi kaya jaman kita dulu. Jaman sekarang itu banyak kok anak wadon yang menikah dan umurnya lebih dari 17 tahun.
”Bu’e, kita ini golongan massawan, jadi mau kita hidup di jaman milenium kek, jaman transmilenium kek, jaman apapun ya harus tetep nurut sama aturan prikitiewler. Pokoknya pesta itu harus dilaksanakan dan Modhar harus menikah secepatnya titik.”
”ayo turun nak, acara ramah tamah kan sudah selesai. Pa’e sudah baik loh membebaskan kamu supaya tidak mengikuti acara itu. Padahal acara itu justru yang penting.” ucap Bu’e membuyarkan lamunan Modhar.
”Jangan sedih terus to nduk, Ini kan hari ulang tahunmu. Seenggaknya kamu senyum buat dirimu sendiri, untuk hari saja.” tambahnya.
”iya Bu’e, Modhar turun.” ucap Modhar sambil tersenyum.
***
Modhar hanya mondar - mandir dari tadi. Dia hanya menyalami orang-orang yang dikenalnya saja, sambil mengulas senyum simpul yang terkesan dipaksakan. Dia malas menyalami anak-anak muda massawan yang kata Pa’e nya ’sopan dan berwibawa’ itu. Bagi Modhar, anak-anak muda massawan itu sama saja seperti anak muda berandalan yang tidak mengerti peraturan.
Modhar berkesimpulan seperti itu bukan karena dia marah ataupun tidak menghendaki perjodohan ini, tetapi anak-anak muda massawan itu sikapnya memang seperti berandalan. Luarnya saja yang terlihat sopan , bijaksana, rapi, dan teratur, tapi sikapnya berbanding 180 derajat.
Setelah capek berkeliling dan otot wajah disekitar bibirnya juga capek berkontraksi, Modhar berjalan menuju tempat minuman untuk mengambil segelas pine ( bukan spesies pinus , tetapi sejenis minuman mirip wine kalau di daratan ).
”hhmm, segarnya pine ini. Seandainya pine ini sudah ditaburi racun yang bisa langsung membuat peminumnya mati seketika , pasti pine ini terasa lebih segar.” katanya dalam hati.
Terlintas lagi niat untuk bunuh diri dalam pikirannya. Akhir-akhir ini memang Modhar sering sekali memikirkan hal itu. Tetapi ketika dia ingat Bu’e nya, pikiran itu tiba-tiba hilang. Bu’e memang segalanya buat Modhar. Dari kecil hingga berusia 17 tahun, Modhar hanya dekat dengan Bu’e nya dan dayangnya, mbak Srintil.
Modhar ingat dulu, sewaktu Modhar masih berumur 5 tahun , Modhar merengek kepada Pa’e nya untuk dibelikan dan diajari naik sepeda pancal roda empat karena pada saat itu sepeda pancal roda empat sedang booming-boomingnya. Tapi Pa’e nya malah menolak dan berkata
”kamu gak perlu belajar-belajar naik sepeda kaya gitu. Orang kamu kalau berangkat sekolah kan diantar jemput naik jerapah, beda dengan mereka. Mereka harus belajar sepeda karena mereka nggak mampu membeli jerapah untuk mengantar anaknya ke sekolah.”
Kemudian bagai malaikat yang terbang dari darat ( karena ini di kahyangan ) Mbak Srintil mengajari Modhar bersepeda menggunakan sepeda keponakannya, tentu saja tanpa sepengetahuan Pa’e Modhar. Karena kalau sampai ketahuan, Mbak Srintil bisa-bisa yang modar karena Modhar.
Tidak terasa, karena asik bernostalgia mengingat masa kecilnya, Modhar telah menghabiskan satu galon pine dalam sekejap. Tak ayal lagi HIV nya ( Hasrat Ingin Vivis ) menggedor-nggedor pusat syaraf pertahanan Modhar. Hal itu menandakan bahwa dia ( HIV Modhar ) ingin segera dimuntahkan.
Modhar baru berjalan beberapa langkah dari meja tempat minuman , HIV nya kini bertambah stadium menjadi awas dan AIBS ( Aku Ingin Boker Saja ). Tanpa berpikir lagi, Modhar langsung ambil langkah sejuta menuju kamar mandi yang jauhnya masih satu kilometer lagi.
Setelah lama berlari, akhrinya Modhar melihat papan nama besar yang bertuliskan KAMAR MANDI tepat berada sekitar satu meter didepannya. Reflek tak sadarnya segera memerintahkan ke kakinya untuk menendang pintu bertuliskan KAMAR MANDI yang kini ada di depannya persis.
Tapi ada sesuatu yang janggal, ketika Modhar menendang pintu kamar mandi, terdengar suara benturan keras, tapi tidak diikuti dengan jeritan seseorang. Dengan segera, Modhar melongok ke dalam kamar mandi, ternyata ada orang didalam. Seorang pemuda yang umurnya sekitar dua tahun di atas Modhar. Pemuda itu seperti kesakitan, mungkin terkena pintu yang ditendang oleh Modhar, tetapi dia sama sekali tidak mengaduh atau mengeluh.
Dan ketika pemuda itu sadar bahwa dari tadi dia diperhatikan oleh Modhar, pemuda itu langsung mendongak menatap Modhar dengan tatapan yang sulit didefinisikan oleh Modhar, kemudian mengambil benda mirip batu yang berada didepannya yang sempat terinjak oleh Modhar. Lalu berdiri dan berjalan meninggalkan kamar mandi. Sesaat setelah pemuda tadi meninggalkan Modhar, Modhar hanya diam.
”hebat, dia membuat HIV tingkat awas dan AIBS ku hilang seketika.” ujar Modhar kepada dirinya sendiri.
”siapa pemuda itu sebenarnya, dari mana asalnya. Oh Dewa , apakah ini yang namanya cinta pada pandangan pertama.” tanyanya pada dirinya sendiri.
***
Sejak hari itu, kehidupan Modhar yang biasanya suram jadi lebih berwarna. Modhar jadi sering bermimpi tentang pemuda yang ditemuinya di kamar mandi saat pesta seminggu yang lalu. Modhar juga sekarang jadi suka bersenandung kecil dan bercermin. Tapi kebahagiaan itu terhenti, sejak Mbak Srintil memberi kabar bahwa Modhar akan segera dijodohkan oleh Pa’e nya dengan Putra Mahkota Kerajaan tetangga, Kerajaan Melumah.
Hal ini dilakukan oleh Pa’e karena sejak pesta ulang tahun berakhir, Modhar tidak juga memberi tahu pada Pa’e pemuda mana yang disukainya. Akhirnya dengan sengaja Pa’e menjodohkan Modhar dengan Salahhudin Jayawardhana, Putra Mahkota Kerajaan tetangga itu. Pa’e memilih Salah ( panggilan Salahhudin Jayawardhana ) sebagai calon menantu karena Kerajaan yang dimiliki oleh Pa’e Salah sangat besar kekuasaannya. Jadi, jika Modhar menikah dengan Salah maka kekuasaan Kerajaan Mengkurep miliknya akan bertambah besar.
Pa’e selalu saja memaksakan kehendaknya, beliau memilih sendiri tanggal pelaksanaan acara pertemuan Kerajaan tanpa persetujuan dari Modhar. Besok adalah harinya. Mbak Srintil yang mengetahui perihal itu segera memberitahu Modhar.
”Ning Modhar, saya baru saja mengetahui bahwa Tuan Raja mengadakan acara pertemuan dengan Kerajaan Melumah itu besok pagi Ning.” ucap Mbak Srintil tergesa-gesa.
”apa, besok pagi. Pa’e bahkan gak memanggilku untuk memberitahu tentang acara konyol buatannya itu. Sepertinya dia anggap aku ini barang yang bisa seenaknya ditukar dengan kekuasaan.” ucap Modhar dengan menangis bercampur emosi.
”terima kasih atas segala informasinya Mbak Srintil. Aku gak tahu gimana keadaanku kalau gak ada Mbak.” lanjutnya.
”Ning Modhar jangan ngomong gitu. Itu kan sudah jadi kewajiban Mbak buat menjaga Ning Modhar.” jawab Mbak Srintil sambil tersenyum.
”aku nggak suka gini terus Mbak. Aku harus segera pergi dari kerajaan neraka ini.” ucap Modhar lagi.
”Ning, Ning jangan mengambil keputusan saat sedang emosi. Nanti Ning menyesal loh.” bujuk Mbak Srintil.
“keputusanku sudah bulat Mbak. Aku nggak mau terus-terusan jadi bonekanya Pa’e yang selalu nurut setiap diperintah. Aku juga mau mencari pemuda yang kutemui waktu itu. Aku mendapat informasi dari Mahabutih yang aku suruh, bahwa pemuda itu berasal dari lautan. Lautan Mbak Srintil, sama seperti tempat cita-citaku.” bantah Modhar.
”oke Mbak Srintil setuju kalau Ning Modhar pergi dari sini. Asalkan Ning Modhar harus ijin dulu sama Nyai Ratu, kasian Nyai Ratu Ning, Beliau selalu membela Ning Modhar saat Raja bertindak seenaknya. Dan satu lagi, Ning Modhar harus mengijinkan Mbak Srintil untuk ikut pergi bersama Ning Modhar. Mbak Srintil nggak bisa mbayangin gimana jadinya Ning Modhar pergi ke perantauan tanpa satupun orang yang dikenal. Gimana setuju nggak Ning ?” tantang Mbak Srintil.
”iya Mbak, Modhar setuju. Nanti siang Modhar akan menghadap Bu’e. Dan Modhar harap Mbak Srintil bisa mempersiapkan segala kebutuhan kita untuk kepergian kali ini.” jawab Modhar dengan tersenyum.
***
Siangnya, Modhar segera menemui Bu’e nya tersayang. Modhar sebenarnya tak ingin meninggalkan Bu’e nya, tapi keadaan dan Pa’e lah yang memaksanya untuk pergi.
”Bu’e, maafkan Modhar jika selama ini Modhar menyusahkan Bu’e. Modhar sudah tidak tahan lagi tinggal di Kerajaan ini Bu’e. Ijinkan Modhar pergi, Modhar ingin mengejar cita-cita Modhar dan juga...cinta” ucap Modhar dalam hati.
Modhar tidak tega memberitahu kepada Bu’e nya perihal kepergiannya menuju lautan. Jika Modhar memberitahu, pasti Bu’e tidak akan setuju. Jadi dengan sangat terpaksa, Modhar tetap berencana pergi ke lautan tetapi tidak memberitahu siapapun kecuali Mbak Srintil yang ikut bersamanya. Modhar lalu berjalan kembali ke kamar untuk mempersiapkan perjalanan panjangnya nanti malam.
***
”Ning Modhar yakin kita pergi sekarang ?” tanya Mbak Srintil untuk yang ketiga kalinya.
”ya ampun Mbak, aku harus jawab apalagi sih biar bisa buat Mbak Srintil yakin. Ini pertanyaan Mbak sudah tiga kali Mbak tanyain ke Modhar. Sekali lagi nanya kaya gitu, Mbak Srintil nggak Modhar bolehin ikut nih.” ancam Modhar.
”maaf Ning, Mbak Srintil bukan bermaksud apa-apa. Mbak Srintil hanya berniat meyakinkan Ning Modhar saja. Soalnya kan ning Modhar nggak pernah pergi meninggalkan kerajaan, apalagi tujuan kita ini nggak tanggung-tanggung jauhnya. Maaf sekali lagi Ning” jawab Mbak Srintil.
”ya Mbak Srintil benar, perjalanan ini bukan perjalanan biasa. Apalagi tujuanku ke lautan. Tempat apa itu, aku tidak pernah mengetahuinya. Yang aku tahu, lautan itu jauh dan ... luas.” ucap Modhar dalam hati.
”ayo Ning segera naik. Nanti Kucing terbang ini bisa-bisa mengamuk lagi , dan kita jadi ketahuan sama penjaga.” ucap Mbak Srintil mengagetkan.
”sebentar Mbak.” ucap Modhar sambil menoleh melihat kamarnya untuk yang terakhir kalinya. Modhar menangis, dia tidak tahu apakah bisa dia kembali ke kerajaan yang pernah disebutnya neraka ini. Apakah dia bisa kembali bertemu Bu’e nya.
***
Esoknya di Kerajaan Mengkurep.
”Pa’e...Pa’e bangun, Modhar tidak ada di kamarnya. Pa’e cepet bangun.” teriak Bu’e histeris.
”Modhar mungkin sudah bangun Bu’e, mungkin dia lagi jalan-jalan sama Srintil. Gitu aja kok heboh to Bu’e...Bu’e, sampai mbangunin tidur Pa’e yang nyenyak.” jawab Pa’e enteng.
”tapi Pa’e, Bu’e temukan ini di kamar mandi Modhar.” teriak Bu’e lagi, kali ini sambil menangis dan menunjukkan surat kepada Pa’e.
”apa to ini Bu’e? Surat ? isinya apa ?” Tanya Pa’e. Tapi kali ini Pa’e bangun.
”Pa’e baca sendiri saja. Bu’e sudah nggak sanggup membaca surat itu lagi.”
“aduh, gimana ini Bu’e. Pa’e sudah terlanjur janjian sama Kerajaan Melumah untuk mempertemukan Modhar dan Salah hari ini.” ucap Pa’e setelah membaca surat Modhar.
“Pa’e, Ya Dewa. Kemana hati nurani Pa’e sebenernya. Kenapa Pa’e malah memikirkan hal itu. Kemana kita akan cari Modhar itu yang lebih penting untuk kita pikirkan.” jawab Bu’e gemas.
”tapi Bu’e, kalau Modhar nggak ada siapa yang bisa membantu Pa’e memperluas kekuasaan Kerajaan kita yang telah dibangun oleh cucuran keringat kakek moyang kita..” bantah Pa’e.
”berhenti memikirkan kerajaan dan kekuasaan kalau kau masih mencintaiku.” tantang Bu’e geram. Kesabarannya menghadapi Pa’e telah hilang.
”kalau kau setuju, segera ganti bajumu, ikut aku cari cari Modhar.” tambahnya.
”tapi...” jawab Pa’e bingung.
”kalau begitu aku akan cari Modhar sendiri.” potong Bu’e sambil membanting pintu kamar.
***
Setelah melewati perjalanan panjang selama hampir seminggu, akhirnya Modhar dan Mbak Srintil sampai di lautan tempat pemuda itu tinggal. Tapi rumah yang disewa Mbak Srintil sungguh sangat berbeda 180 derajat dengan istana Modhar di kahyangan. Dan Mbak Srintil juga telah menjelaskan pada Modhar bahwa kehidupannya di lautan ini mungkin tidak akan sama lagi dengan kehidupan lama Modhar di kahyangan.
Mbak Srintil menjelaskan lagi bahwa Modhar bisa langsung mengikuti perkuliahan minggu depan. Modhar sampai bingung, dari mana Mbak Srintil mendapatkan semua fasilitas yang didapatkannya begitu cepat. Tapi itu semua tidak penting bagi Modhar, yang terpenting baginya adalah bisa kuliah dan bertemu dengan pemuda impiannya itu.
***
Seminggu kemudian.
”hei bro lihat itu, disana ada cewek cantik tuh sendirian lagi. Kayak nya dia mahasiswi baru deh.” kata Gany bengkak yang terkenal paling playboy diantara kedua temannya, Koray monyong dan Zaenal loreng.
”wah Gan, kamu selalu saja cepat tanggap kalau ada yang bling-bling kayak gitu. Tunggu apa lagi, ayo kita kesana.” tambah Koray monyong.
”satu...dua...tiga...” Zaenal loreng memberi aba-aba.
Tak lama…
“hai gadis…” sapa Gany bengkak dengan nada puisi.
”dis...dis...dis...” tambah Koray monyong dan Zaenal loreng.
“sendiri saja kah dikau. Bolehkah kami bertiga yang tak memiliki apa-apa ini menemani dikau yang seorang diri...” goda Gany bengkak lagi.
”ri...ri...ri...” tambah Koray monyong dan Zaenal loreng lagi.
Modhar tertawa terbahak beberapa saat. Bagaimana tidak, penampilan tiga pemuda yang ada didepannya itu sangat konyol. Pertama, pemuda yang bersolo puisi, seperti leadernya. Wujudnya gajah laut gendut besar dengan belalai pendek, dan ekspresinya saat berpuisi itu menjadi salah satu alasan Modhar untuk tertawa terbahak. Sangat absurd, seperti menahan HIV tingkat awas sekaligus AIBS.
Pemuda kedua dan ketiga ekspresinya hampir sama dengan pemuda gajah laut pertama, tetapi wujud mereka tidak sama. Pemuda kedua berwujud kera laut , dengan bibir monyong tak terkira. Kemudian pemuda ketiga berwujud Zebra laut berloreng hitam dan merah. Terlihat sangat garang, tetapi begitu dia bicara garangnya seketika hilang terseret gerakan kemayu yang mungkin telah menjadi ciri khasnya.
”hei gadis, kau lebih terlihat cantik saat kau tertawa.”
”wa...wa...wa...”
”bolehkah kita duduk ?” tanya gany bengkak. Kini dengan nada bicara biasa, bukan nada puisi.
”boleh, silahkan duduk.” jawab Modhar sambil tersenyum.
”perkenalkan, Gany bengkak. Gajah laut paling bengkak dan tampan se lautan. Dan ini temanku, Koray monyong dan Zaenal loreng.” kata gany setelah duduk satu meja dengan Modhar.
”Modhar, mahasisiwi baru dari lautan tetangga.” balas Modhar sambil menyalami mereka semua.
Koray terdiam. Dia seperti pernah melihat cincin yang dikenakan
Modhar, tapi dia lupa dimana. Akhirnya dia mengundurkan diri terlebih dahulu untuk melihat tentang cincin itu. Karena biasanya Koray moyong menyimpan memori-memori yang penting di laptopnya, tujuannya adalah agar dia bisa membukanya sewaktu-waktu disaat dia lupa tentunya.
”eh bro, aku balik dulu ya. Aku baru inget, kalau sekarang aku ada kuliah gigi taring.” kata Koray monyong beralasan.
”oh oke oke, kuliah yang rajin kamu ya nak biar pinter.” jawab Gany bengkak bernada ibu-ibu.
”oke bro, tapi nanti aku langsung pulang ya.” tambah Zaenal loreng.
“iya mbah buyut.” Jawab Koray monyong pada Gany bengkak.
“oke bro, nanti aku nebeng temenku yang lain aja.”jawab Koray monyong pada Zaenal loreng.
***
Koray monyong akhirnya tahu, dia pernah melihat cincin yang dipakai Modhar itu dimana. Seminggu yang lalu, Koray monyong beserta Gany bengkak dan Zaenal loreng berlibur ke negeri kahyangan karena Gany bengkak memenangkan undian lotre.
Lalu pada saat mereka bertiga mengunjungi Kerajaan Mengkurep, mereka bertiga langsung disambut oleh pidato Raja dari Kerajaan Mengkurep itu. Isi pidatonya adalah memberitahukan kepada seluruh rakyatnya agar membantu menemukan putrinya yang hilang. Hadiahnya tidak tanggung-tanggung, seperempat dari seluruh emas yang dimiliki oleh kerajaan itu akan diberikan kepada orang yang berhasil menemukan putri raja.
Salah satu ciri-ciri dari putri Kerajaan Mengkurep adalah memakai cincin yang dipakai oleh mahasisiwi baru yang tadi ditemuinya. Dengan segera Koray monyong pulang ke kos-kosan tempat dia, Gany bengkak dan Zaenal loreng tinggal. Dia ingin segera memberitahukan kepada temannya tentang hal ini.
***
”hei, kalian ingat ini ?” tanya Koray monyong pada Gany bengkak dan Zaenal loreng sambil menunjukkan foto cincin sang putri.
”hah, cincin siapa itu? Cantik banget, aku mau deh kalau dibeli’in cincin model gitu.” jawab Zaenal loreng dengan nada kemayunya.
”aduh, bukan itu yang aku maksud. Kalian ingat perjalanan kita ke negeri kahyangan sekitar seminggu yang lalu ?” tanya Koray monyong lagi sambil menjukkan foto liburan mereka.
”wah kalau itu aku inget banget. Nggak usah ditanya lagi.” jawab Gany bengkak penuh semangat.
”oke, kalau begitu kalian inget nggak waktu kita berkunjung di salah satu kerajaan di kahyangan. Trus waktu itu raja kerajaan itu lagi ngasi pengumuman tentang anaknya yang hilang ?” tanya Koray Monyong lagi.
”iya aku juga ingat itu. Apalagi pas bagian raja itu nunjukkin seberapa banyak emas yang bakal diserahin ke orang yang berhasil nemuin anaknya. Banyak banget, sampai silau mataku waktu itu.” jawab Gany bengkak bersemangat.
”yah, itu dia maksudku. Apa kalian nggak ingin punya emas segitu banyak ?”
”ya tentu saja kami pengen. Aku bisa buat cincin cantik tadi sebanyak-banyaknya. Tapi nggak mungkin banget kan ?” balas Zaenal loreng.
”nggak ada sesuatu yang nggak mungkin didunia ini.” timpal Koray monyong.
”maksudmu ?” tanya Gany bengkak dan Zaenal loreng bersamaan.
Akhirnya Koray monyong memberitahukan kepada Gany bengkak dan Zaenal loreng tentang perkiraannya, mahasisiwi baru itu bisa jadi putri Kerajaan Mengkurep yang hilang. Koray monyong mengungkapkan seluruh argumennya tentang berbagai kesamaan antara putri raja dan mahasisiwi baru, mulai dari cincin yang dipakainya, namanya, postur tubuhnya, dan informasi penting lainnya.
***
Esoknya di kampus Gany bengkak, Koray monyong, dan Zaenal loreng pergi mencari Modhar. Mereka bertiga ingin segera menanyakan perihal kesamaannya dengan putri raja Kerajaan Mengkurep. Setelah berhasil menemui Modhar, mereka langsung bertanya ’to the point’.
“sebutkan tentang asal-usulmu secara jelas.” pinta Gany bengkak dengan beringas.
”kenapa harus begitu? Aku tidak mau.” tolak Modhar.
”maaf dik, kami ini bertanya seperti ini bukan tanpa alasan. Kami bertiga ini crew dari majalah kampus. Kami ditugaskan mencari data tentang mahasiswa baru.” Koray monyong mulai beralasan lagi.
”oh begitu. Ya sudah kalau alasannya seperti itu.” jawab Modhar.
Modhar lalu menyebutkan informasi yang tidak jelas dan tentang keluarganya, Modhar hanya berkata orang tuanya sudah meninggal dunia. Karena gemas dengan sikap Modhar, Zaenal loreng yang dari tadi hanya berdiri sambil pura-pura mencatat perkataan Modhar langsung membuka laptop Koray monyong.
Dia menunjukkan foto Kerajaan tempatnya dilahirkan dan dibesarkan. Zaenal loreng juga menunjukkan foto Pa’e dan Bu’e nya kepada Modhar. Seketika itu juga Modhar menangis. Dia merindukan kerajaan nerakanya. Dia merindukan Bu’e. Bahkan dia juga merindukan Pa’e.
”maaf bukan bermaksud apa-apa. Jadi benar kamu putri dari Kerajaan Mengkurep ?” tanya Koray monyong sopan.
”ya benar.” jawab Modhar akhirnya mengaku.
”kenapa kamu bisa sampai disini ?” tanya Koray monyong lagi.
Modhar akhirnya menceritakan semuanya kepada Gany bengkak, Koray monyong, dan Zaenal loreng. Semuanya tanpa dikurangi ataupun ditambah-tambahi.
”sebaiknya kamu pulang kembali ke kerajaanmu, atau paling tidak kamu beri kabar lah pada Pae dan Bu’e mu itu. Kasian mereka.”ucap Koray monyong setelah mendengarkan cerita Modhar.
”aku tahu, kamu ngomong seperti itu bukan karena khawatir sama aku kan, tapi karena emas yang diiming-imingkan sama Pa’e. Ya kan ?” tantang Modhar.
”hei kami belum bicara tentang emas bukan ?” jawab Gany bengkak dengan polosnya.
”licik, kalian semua. Aku menyesal menceritakan ini.” ucap Modhar penuh kemarahan.
”hei tunggu, tunggu...” teriak Koray monyong.
”kami memang mengajurkan kamu pulang supaya kami juga segera mendapatkan emas itu. Tapi kami bukan orang yang licik seperti yag kamu bilang. Kami janji akan bantu kamu mencari pemuda itu, asalkan kau juga janji kau akan pulang setelah bertemu dengan pemuda itu.” tantang Koray monyong.
”oke aku setuju. Terima kasih dan...maaf.” ucap Modhar ragu-ragu.
***
Sebelum Modhar dan tiga sekawan (Gany bengkak, Koray monyong, dan Zaenal loreng) mengadakan pencarian pemuda yang waktu itu ditemui Modhar di pestanya, mereka berempat terlebih dahulu menggelar rapat tentang pembagian tugas.
Gany bengkak, yang hobi mengoleksi kuge ( kucing gede ) bertugas menyiapkan segala hal yang berhubungan tentang transportasi. Koray monyong yang ter’hitech’ diantara mereka semua, bertugas melacak keberadaan pemuda target utama menggunakan teknologi canggih. Zaenal loreng yang paling aktif di kampus diantara mereka semua, bertugas mengurus perizinan mereka selama meninggalkan pelajaran di kampus. Dan Modhar sendiri bertugas menyiapkan perbekalan berupa makanan.
Hari pencarian pun tiba. Petualangan mereka dimulai. Mereka berlima ( ditambah Mbak Srintil ) akhirnya berangkat mencari pemuda pujaan Modhar.
”ayo Modhar, cepat naik. Kita hanya punya waktu seminggu untuk mencari pemuda itu.” ajak Gany bengkak.
”iya Gan, aku ngerti. Ayo cepat Mbak Srintil.” jawab Modhar.
”iya Ning Modhar.”
”hai Modhar. Apa kabar ? Sudah siap untuk perjalanan hari ini ?” sapa Koray monyong.
”baik. Iya, aku sangat siap.” jawab Modhar sambil tersenyum.
”aku sudah menemukan keberadaan pemuda itu. Dari ciri-ciri yang kamu ceritakan kemarin, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa pemuda yang kamu maksud adalah Syailendro Jaya Kawat Nyangsang. Kerajaannya terletak sekitar 50 km dari daerah ini. Kita diperkirakan sampai pada hari ke lima. Bukan begitu kapten Gany ?” jelas Koray monyong.
”wah iya mandor Koray. Bahkan kita juga bisa sampai pada hari ke empat jika tak ada halangan apa-apa di jalan.” jawab Gany bengkak.
”bagus sekali. Terima kasih semuanya. Semoga kita cepat menemukannya.” jawab Modhar.
***
Tidak terasa perjalanan Modhar dan kawan-kawan sudah masuk hari ke empat. Di hari ke empat ini, mereka sudah tiba di pintu masuk Kerajaan Njengking, kediaman Pangeran Syailendro Jaya Kawat Nyangsang.
Tetapi di luar dugaan Koray monyong, sang pelacak, di pintu masuk kerajaan terdapat seekor makhluk hasil persilangan antara ular dan tikus yang besarnya tidak dapat didefinisikan. Makhluk itu terbangun akibat tangisan kuge Gany bengkak, dan parahnya makhluk itu bersiap untuk menelan kuge sekaligus lima orang yang ada di dalamnya dalam sekali telan.
”wah ini semua gara-gara kamu bawa kuge yang ngambekan sih Gan. Kalau kamu nggak bawa kugemu yang ini pasti makhluk itu nggak akan bangun.” marah Zaenal loreng.
”kok gara-gara aku sih. Kalau nggak ada aku kalian semua nggak akan bisa sampai sini sekarang.” bela Gany bengkak.
”sudahlah, kalian semua nggak usah saling menyalahkan. Kita dalam kondisi darurat sekarang. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita bisa kabur dari makhluk besar yang sekarang sudah semakin dekat itu.” lerai Modhar.
”kita nggak bisa kabur dari makhluk itu. Dari analisaku kecepatan makhluk itu hampir menyamai kecepatan cahaya.” kata Koray monyong tiba-tiba.
Makhluk besar itu sudah membuka lebar mulutnya yang seperti goa. Lalu dalam sekejap semua menjadi gelap.
***
”aku ada dimana...”
”akhirnya kamu sadar. Tenang saja kamu aman disini. Ini rumahku.”
”kamu..”
”sstt..jangan banyak gerak dulu.”
”kenapa aku belum mati. Lalu kemana temanku yang lain ?”
”ceritanya panjang. Semua temanmu aman. Sebaiknya kamu istirahat dulu saja.”
Modhar masih tidak percaya ini. Dia kini berada di rumah Syailendro, Pemuda yang selama ini dicarinya. Modhar segera memejamkan mata lagi. Dia menuruti anjuran Syailendro karena dia ingin segera mendengarkan cerita dari Syailendro.
***
”bagaimana keadaanmu. Sudah lebih baik ?” sapa Syailendro.
”ya. Sebenarnya bagaimana semua ini bisa terjadi ?” tanya Modhar.
Syailendro hanya diam sambil menatap Modhar.
”aku ingin tahu.” desak Modhar.
”kenapa kamu kesini ?” Syailendro balik bertanya.
”apa ?”
”jawab pertanyaanku dulu. Setelah itu aku akan menceritakannya.” jelas Syailendro.
”aku kesini karena aku ingin melanjutkan kuliah, selain itu juga aku mencarimu. Aku ingin bertemu denganmu. Aku kabur dari kerajaan. Pa’e menyuruhku menikah dengan pangeran dari kerajaan tetangga untuk memperluas kekuasaan kerajaannya. Aku tidak tahan dengan tingkahnya.” terang Modhar.
”itu tidak pantas dilakukan seorang putri mahkota bukan ?” sindir Syailendro.
”sudahlah. Sekarang ceritakan mengapa aku tidak mati. Padahal waktu itu sudah jelas sekali makhluk besar itu membuka mulutnya. Dan dimana semua temanku ?” tanya Modhar.
”masih ingatkah kamu pada pertemuan kita waktu pertama kali?” Syailendro balik bertanya.
”sudah aku bilang jawab pertanyaanku dulu.” amuk Modhar.
”pertanyaan ini akan menjurus pada jawaban dari pertanyaan yang kamu tanyakan. Kalau kamu nggak mau ya nggak usah aku ceritakan.” jawab Syailendro tenang.
”oke. Aku ingat. Waktu itu kita bertemu di kamar mandi. Dan kamu kena pintu yang aku tendang. Aku masih ingat betul.” jawab Modhar.
”apakah kamu ingat ini ?” tanya Syailendro sambil menunjukkan sebuah batu berwarna hijau.
”sepertinya aku pernah melihatnya. Oh iya , itu batu yang nggak sengaja aku injak kan.”
”ya , ternyata kamu masih ingat. Ini bukan batu biasa. Ini batu keabadian. Dulu, sewaktu aku dengar kerajaanmu mengadakan pencarian jodoh untukmu aku langsung tertarik. Dan aku membawa batu ini supaya kamu memilihku. Dan ternyata benar, setelah kamu menginjak batu ini, kamu jadi memilih aku dan rela mencariku sampai kesini.”
”lalu darimana kamu mendapatkan batu ini ?”
”aku mendapatkan batu ini dari makhluk besar itu. Batu ini adalah mata dari makhluk besar kemarin yang akan memakanmu. Aku berhasil mengalahkannya. Karena itu makhluk besar itu kini menuruti semua perintahku, barong namanya.”
”oh jadi karena batu ini adalah bagian dari makhluk besar itu jadi aku tidak mati. Lalu apakah teman-temanku...”
”mereka tidak mati barong tidak sampai menelannya. Tapi keadaan mereka parah. Mungkin butuh waktu satu bulan untuk memulihkan keadaannya,”potong Syailendro.
”apakah kamu ingin melihat mereka ?” tanya Syailendro.
”bolehkah ?”
”tentu saja.”
***
Satu bulan kemudian Gany bengkak, Koray monyong, Zaenal loreng, dan Mbak Srintil pulih. Seminggu kemudian Modhar dan kawan-kawannya ditemani dengan Syailendro kembali ke tempat tinggal awal Modhar, di dekat kampusnya. Setelah mengurus masalah perizinan lagi ( karena melebihi batas waktu ) , mereka berenam mengantarkan Modhar pulang ke kahyangan.
Mereka hanya butuh waktu satu menit saja untuk sampai di kahyangan , karena mereka menumpangi barong, bukan kuge Gany bengkak yang suka ngambek.
Setelah meminta maaf pada orang tuanya, Modhar meminta izin kembali ke lautan untuk melanjutkan kuliah. Selain itu Modhar juga meminta Pa’enya untuk menyetujui hubungannya dengan Syailendro. Modhar berjanji setelah lulus kuliah dia akan kembali ke kahyangan kemudian segera menikah dengan Syailendro. Kedua orang tua Modhar akhirnya menyetujui.
Modhar lalu memberitahu Pa’enya tentang Gany bengkak, Koray monyong, dan Zaenal loreng yang selama Modhar tinggal di lautan, merekalah yang membantu Modhar. Kemudian tanpa ragu-ragu Pa’enya memberikan seperempat bagian, emas miliknya kepada mereka bertiga beserta Mbak Srintil , tidak lupa dengan mengucapkan terima kasih karena telah membantu Modhar.
Akhirnya mereka semua mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bu’e Modhar mendapatkan kembali sifat Pa’e Modhar yang dulu baik ( karena sejak Modhar menghilang sikap Pa’e Modhar berangsur-angsur baik ). Gany bengkak, Koray monyong, Zaenal loreng mendapatkan emas dari Pa’e Modhar. Dan Modhar akhirnya mendapatkan izin kuliah, bertemu dengan Syailendro, dan diizinkan untuk menikah dengannya.
***
”apa alasan kamu mencintaiku selain karena khasiat batu itu?” tanya Syailendro.
”karena kamu bisa menghilangkan HIV tingkat awas dan AIBS ku dalam sekejap mata.” jawab Modhar sambil memejamkan mata.
TAMAT :))