Pengen deh baca cerita ini, tapi kapan ?
besok suda mulai uts -,- . sejak download lagunya jadi pengen banget baca ini
cerita . dengerin lagunya udah, so sweet banget ! sumpah . baca aja lirik
lagunya dibawah ini . tulisan setelah lirik lagu apalagi. ya Allah pengen
banget baca ini cerita -__________- . semoga saja setelah uts ada waktu untuk
menyempatkan baca ini , Amin :)) .
"Melukiskanmu saat senjaMemanggil namamu ke ujung duniaTiada yang lebih piluTiada yang menjawabkuSelain hatikuDan ombak berderuDi pantai ini kau selalu sendiriTak ada jejakku di sisimuNamun saat ku tibaSuaraku memanggilmuAkulah lautanKe mana kau selalu pulangJingga di bahukuMalam di depankuDan bulan siaga sinari langkahkuKu terus berjalanKu terus melangkahKu ingin ku tahuEngkau adaMemandangimu saat senjaBerjalan di batas dua duniaTiada yang lebih indahTiada yang lebih rinduSelain hatikuAndai engkau tahuDi pantai itu kau tampak sendiriTak ada jejakku di sisimuNamun saat kau rasaPasir yang kau pijak pergiAkulah lautanMemeluk pantaimu eratJingga di bahumuMalam di depanmuDan bulan siaga sinari langkahmuTeruslah berjalanTeruslah melangkahKu tahu kau tahuAku ada"
Pesan
ini akan tiba padamu, entah dengan cara apa. Bahasa yang ku tahu kini hanyalah
perasaan.
Aku
memandangimu tanpa perlu menatap.
Aku
mendengarmu tanpa perlu alat.
Aku
menemuimu tanpa perlu hadir.
Aku
mencintaimu tanpa perlu apa-apa, karena kini ku miliki segalanya.
Ku
pandangi langkahmu yang ringan dan tampak seperti melayang, berjalan dengan
irama konstan. Engkau tak seperti orang yang berjalan di atas pasir, yang
kebanyakan tampak berat dan canggung. Barangkali karena telah ratusan kali kau
lakukan itu; menyendiri di tepi pantai, menyusuri garisnya seperti merunut urat
laut. Tapak kakimu sudah tahu bagaimana bersahabat dengan pasir yang kadang
menggembung dan kadang mengempis dimainkan napas ombak.
Matamu
mencari bola merah yang disembunyikan arakan awan mendung.
Sesekali
kau buang pandangan ke arah lain, sekedar meyakinkan kau tak sendiri di dunia
ini, karena seringnya engkau berharap demikian. Sesekali pula kau buang
pandangan ke belahan langit di bahu kananmu, yang berwarna-warni antara ungu,
biru, dan abu-abu, yang menggetarkanmu sama hebatnya dengan bola merah yang kau
telisik sejak tadi.
Pesanku
itu akan tiba padamu, batinku. Namun entah dengan cara apa.
Seseorang
tampak berlari menyusulmu, meneriakkan namamu keras-keras hingga kau tak punya
pilihan lain selain menoleh. Seketika wajahmu berubah, rona yang ku hafal dan
tak ku sangka akan kembali lagi. Aku ingin meneriakkan bahagia ini, tapi entah
dengan cara apa. Perlahan ku lihat awan mendung bergeser, menyeruakkan mentari
yang kau cari. Dan ku lihat engkau kian berseri. Senjamu kian sempurna. Dia,
yang kau cinta, tampak berkilau disiram cahaya jingga.
Kalian
berdua menghambur, mendekat erat satu sama lain hingga kakimu melayang di
udara. Rasa hangat ketika dua tubuh bertemu, rasa lengkap ketika dua jiwa
mendekat, rasa rindu yang tuntas ketika kedua pasang mata menatap. Aku
merasakannya. Entah mengapa aku bisa.
Lelaki
itu bertanya, kapan engkau pulang. Ia sudah menyiapkan makan malam, lengkap
dengan lilin aromaterapi dan servis relaksasi melalui jemarinya yang apik.
Matamu berbinar, memantulkan semburat jingga di langit dan semburat cinta di
langit hatimu. Namun kepalamu menggeleng dan kau berkata: sebentar lagi. Kau
masih ingin di sana, menunggu hingga senja tamat ditutup malam. Lelaki itu
mengangguk mantap. Ia tahu ke mana hatimu berlabuh, dan ke mana sesekali hatimu
berlayar. Ia menengadah ke atas untuk menemukan bulan pucat yang sejenak lagi
benderang dan menyinari langkahmu pulang. Ia lalu berbalik setelah mengecupmu
di kening.
Kau
menunggu punggungnya kabur dari pandangan sebelum kembali melanjutkan
langkah-langkahmu di atas pasir. Perjalananmu di batas dua dunia. Cerah senja
di kiri da redup malam di kanan. Dan aku memandangi sapuan ombak yang menghapus
segala jejak, kecuali milikmu karena tinggal kau yang terus melangkah. Tak ada
jejakku di sampingmu. Tak ada siapa-siapa. Namun aku merasa kita melangkah bersama.
Entah bagaimana bisa begitu.
Sudah
jarang ku lihat kau menangis, tapi matamu terus bertanya. bahasaku yang cuma
rasa susah melekat pada kata, tapi aku tahu apa yang kau tanya, dan aku tahu
apa jawabannya. Tinggal cara yang masih menjaga rahasia.
Di
titik yang selalu sama, tempat karang kecil yang menggunduk sedemikian rupa
hingga pas diduduki satu orang saja, langkahmu berhenti. Kau duduk menghadap
lautan, memandangi gumpalan-gumpalan awan yang seolah disedot horizon. Napasmu
mulai teratur, dan dudukmu mulai kaku seperti orang sembahyang. Seperti ingin
selaras dengan ombak yang kian pasang, napasmu kian panjang, hingga di satu
titik berubah memburu.
Terjadi
gemuruh di lautan hatimu. Tiba-tiba kau melorot dari karang itu, tersungkur
menghujam pasir. Punggungmu berguncang.
Aku
tahu apa yang terjadi, aku tahu apa yang kau tangiskan, aku tahu apa yang bisa
menghiburmu, tapi cara itu masih jadi rahasia. Lalu kau berlari menuju ombak,
membawa perasaan seberagam langit saat senja; antara duka, murka, dan cinta
yang entah harus dibuang ke mana. Saat itu kau ingin bergabung dengan rombongan
awan yang terhipnotis masuk ke dalam rekahan ufuk barat. Dan berenang saat laut
pasang mendadak menjadi pilihan yang masuk akal bagimu.
Ingin
rasanya aku ikut berlari, berteriak agar kau kembali, mencengkeram bahumu agar
kau tahu aku ada di sini.
Namun
bahasaku tinggal rasa. Dan entah bagaimana caranya agar rasa bisa bersuara jika
raga tak lagi ada.
Aku
hanya ingin merengkuhmu. Adakah engkau tahu? Aku ada.
Setahun
sudah sejak kau mencatat tanggal kepergianku, dan memang aku tak pernah kembali
dalam bentuk yang kau harapkan.
Namun
adakah engkau tahu? Aku masih ada.
Meski
mendapatkanmu seperti lawatan ke museum tempat segala keindahan dikurung
etalase kaca hingga berlapis saat disentuh, aku tetap merasa utuh.
Percayakah
kamu? Aku selalu ada.
Ke
dalam perasaan inilah engkau akan bermuara, ke dalam perasaan inilah engkau
akan pulang dan bertemu aku lagi. Dan perasaan itu dapat engkau nikmati
sekarang, di dalam hati.
Tanpa
perlu mati. Sekarang.
Dengarkah
kamu? Aku ada. Aku masih ada. Aku selalu ada.
Rasakan
aku, sebut namaku seperti mantra yang meruncing menuju satu titik untuk
kemudian melebur, meluber, dan melebar. Rasakan perasaanku yang bergerak
bersama alam untuk menyapamu.
Kayuhanmu
tahu-tahu terhenti. Sudah jauh engkau berenang meninggalkan pantai, basah kuyup
dan megap-megap. Namun tiba-tiba kau tergerak untuk diam, merasakan ombak yang
dengan aneh mengembalikanmu mundur. Semakin kuat kau mengayuh, kau malah
semakin mundur ke pasir tempat kau tadi melangkah. Perlahan kau berdiri,
menatap laut dengan tatapan asing seolah itu pertemuan kalian yang pertama
kali.
Setengah
mati kau lawan lautan untuk mencari jawab atas amarahmu pada kematian, dan
dengan sabar bagai ibunda menimang anaknya yang meraung murka agar kembali
tenang, lautan mengembalikanmu kembali ke tepiannya. Seolah berkata, belum
saatnya.
Tempatmu
di sana. Kembaliah ke pasir tempat jejak-jejakmu tersimpan, kembali padanya
yang menantimu dengan senyum sayang.
Seberaneka
warna langit senja, muncul aneka ekspresi pada mukamu. Matamu berkaca-kaca,
bibirmu tersenyum, lalu kau mulai menangis sambil tertawa. Aku tahu apa yang
kau sadari, aku tahu apa yang kau syukuri, dan kini aku tahu cara berbicara
denganmu.
Pesan
ini akhirnya tiba. Saat pasir tempatmu berpijak pergi ditelan ombak, akulah
lautan yang memeluk pantaimu erat. Akulah langit beragam warna yang mengasihimu
lewat beragam cara. Engkau hanya perlu merasa dan biarkan alam berbicara.
Air
matamu bercampur dengan jejak air laut. Tawa cerahmu bercampur dengan sengguk
tangis. Namun matamu tak lagi bertanya-tanya. Hari ini engkau akan pulang untuk
makan malam, bercinta dengan yang kau cinta ditemani cahaya dan wangi lilin
aromaterapi. Engkau tersenyum dengan segenap jiwamu, karena hari ini kita
sama-sama mengetahui satu rahasia: cinta adalah aku, cinta adalah engkau, cinta
adalah dia, dan cinta tak pernah mati.
Sekalipun
jasadku sudah.
Dengan
mulut setengah dibekap, kau membisikkan satu kata yang pernah menjadi namaku.
Kali
ini kau tidak mengucapkannya seperti perpisahan, bukan juga perjumpaan,
melainkan sebuah kesadaran.
Rahasia
kecil kita berdua : aku tahu engkau tahu aku ada.
sumber
: dari sebuah blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar